Pada suatu hari Norzalina dan suaminya, Ali, dikunjungi Pak Dollah.
Pak Dollah yang berumur 53 tahun adalah ayah mertua Norzalina. Berbeda
dengan Ali yang tampan dengan hidung yang mancung dan badan yang tegap,
Pak Dollah lebih tampak gempal dan berotot. Sebuah codet bekas luka
menyilang di pipi kirinya. Norzalina, menantu pak Dollah, tak kalah
rupawannya dengan Ali. Meskipun tidak terlihat seksi karena selalu
berpakaian tertutup, perempuan ini memiliki bibir yang indah dan
sepasang mata yang mampu mengguncangkan dada banyak laki-laki. Pasangan
suami isteri yang baru menikah satu tahun yang lalu ini tentu sangat
gembira dengan kedatangan pak Dollah yang telah bercerai dengan
isterinya 6 tahun yang lalu. Terlebih lagi, meskipun Norzalina pernah
bertemu dengan ayah mertuanya tersebut sebelumnya, tetapi pak Dollah
tidak bisa hadir dalam pesta pernikahan mereka. Selama sepekan Pak
Dollah tinggal di rumah Ali yang mengajar di sebuah sekolah yang
berhampiran dengan rumahnya. Semua berjalan normal sampai terjadi
tragedi di hari akhir pak Dollah dirumah Ali.
Tragedi itu bermula pada hari libur pasangan Ali-Norzalina. Namun,
hari itu Ali mengajar satu kelas tambahan di sekolah dan akan bertandang
ke rumah salah satu siswa hingga Ashar. Seperti biasa Norzalina
menyiapkan sarapan pagi untuk suaminya dan pak Dollah. Selepas
menghantar suaminya ke muka pintu, Norzalina sempat berbincang dengan
mertuanya. Kemudian dia bergegas ke kamar mandi untuk mencuci baju. Pak
Dollah yang kebetulan hendak pula buang air tanpa sengaja melihat
‘pemandangan’ yang merangsang. Rupa-rupanya Norzalina terlupa merapatkan
pintu. Mata liar pak Dollah tak lepas melahap tubuh mulus Norzalina
yang tengah mencuci baju. Seingat pak Dollah, dia tidak pernah melihat
tubuh menantunya dalam keadaan terbuka dengan hanya terbalut kain
setinggi dada. Tubuh mulus Norzalina yang semampai dengan tinggi 170-an,
dengan kulit kuning langsat dan dada yang kencang membusung tersebut,
selama ini selalu tertutup kerudung dan baju muslim yang rapat. Selain
itu, menantunya terkenal dengan sifat sopan santun dan sangat
menitikberatkan tentang soal penjagaan aurat. Malahan didalam rumah
sekalipun menantunya tidak pernah menanggalkan kerudungnya melainkan
ketika bersama suaminya saja.
Namun kini, kain tipis yang basah itu tak lagi mampu menyembunyikan
kemolekan tubuh Norzalina dari tatapan penuh nafsu sang ayah mertua. Tak
tertahan lagi, syahwat pak Dollah mengegelegak hingga ke puncak dan
mendorongnya untuk membuka pintu kamar mandi yang hanya ¾ tertutup
tersebut. Norzalina yang merasakan kehadiran orang lain sangat
terperanjat ketika menoleh dan menyaksikan pak Dollah sedang mendorong
daun pintu. Secepat mungkin dia bangkit dan berusaha menutup pintu,
hanya saja dia kurang gesit. Pak Dollah sudah berhasil masuk ke dalam
kamar mandi dan mendorong tubuh menantunya tersebut ke pinggir bak
sebelum mengunci pintu. Norzaina terdesak ke pojok dengan wajah
ketakutan melihat seringai binal yang menghiasi wajah mertua yang selama
ini terlihat pendiam dan sangat dihormatinya.
‘Aa..Aayah apa yang ayah lakukan ini? i?! tanya Norzalina dengan
terbata-bata . Pak Dollah hanya tersenyum sinis sambil matanya meliar ke
segenap jengkal tubuh menantunya. Tanpa berucap sepatah katapun, Pak
Dollah mulai menanggalkan pakaiannya satu persatu. Norzalina terpekik
ketika melihat “batang’ ayah mertuanya yang hitam dan besar serta tegak
mengacung ke arahnya. “A..ayah jangan yahh, ttoo..long keluar,
yah..tolong..”, keadaan ini sangat menakutkan lagi Norzalina apalagi
ketika pak Dollah mulai beringsut mendekatinya. Melihat permintaannya
diabaikan, Norzalina yang tidak rela diperlakukan begitu mencoba untuk
menerobos ke sisi kiri ayah mertuanya untuk mencapai pintu. Namun
keadaan menjadi bertambah buruk ketika pak Dollah dengan sigap menangkap
pinggang menantunya tersebut dengan tangan kirinya yang kukuh sembari
tangan kanannya bergerak kilat menghentak lepas ikatan kain di dada
Norzalina. “Breet” kain tipis bermotif batik coklat itupun jatuh
terburai ke kamar mandi.
Terpampanglah tubuh mulus Norzalina yang hanya dibaluti kutang sutra berenda putih dan celana dalam mungil yang juga putih. Norzalina sangatlah malu mendapati dirinya nyaris bugil dan tengah dipeluk oleh ayah mertuanya yang sudah telanjang bulat. Pak Dollah kini dengan bebas menatapi tubuh mulus menantunya dari dekat; dari dua bukit menawan yang menghiasi dada yang kembang kempis ketakutan hingga gundukan vaginanya yang begitu mengundang walaupun dibungkus kain sutra. Bungkus indah itu justru mencetak lekat lekak liku dan guratan liang kemaluan menantunya yang rupawan. Bulu kemaluan yang membayang tipis serta mencuat malu-malu di sekeliling selangkangan Norzalina membuat pak Dollah tercekat dan tak mampu berkedip. Sebaliknya, Norzalina mendadak lemas, sendinya serasa luluh di dalam pelukan pak Dollah dan hanya mampu memejamkan matanya serta mulai menangis tertahan.
Terpampanglah tubuh mulus Norzalina yang hanya dibaluti kutang sutra berenda putih dan celana dalam mungil yang juga putih. Norzalina sangatlah malu mendapati dirinya nyaris bugil dan tengah dipeluk oleh ayah mertuanya yang sudah telanjang bulat. Pak Dollah kini dengan bebas menatapi tubuh mulus menantunya dari dekat; dari dua bukit menawan yang menghiasi dada yang kembang kempis ketakutan hingga gundukan vaginanya yang begitu mengundang walaupun dibungkus kain sutra. Bungkus indah itu justru mencetak lekat lekak liku dan guratan liang kemaluan menantunya yang rupawan. Bulu kemaluan yang membayang tipis serta mencuat malu-malu di sekeliling selangkangan Norzalina membuat pak Dollah tercekat dan tak mampu berkedip. Sebaliknya, Norzalina mendadak lemas, sendinya serasa luluh di dalam pelukan pak Dollah dan hanya mampu memejamkan matanya serta mulai menangis tertahan.
‘Huu.huu.. ayaah, jangan berbuat seperti ini ayah,..huu.huu.huu.. aku
ini istri anakmu..” bisik Norzalina lirih sambil terus terisak. Pak
Dollah yang telah lama tidak merasai kehangatan liang kemaluan perempuan
sama sekali tak peduli. Dihentakkannya tubuh Norzalina dengan penuh
nafsu hingga tersandar ke dinding kamar mandi. Norzalina masih berusaha
melindungi dirinya dari terkaman mertuanya. Dia kemudian membalikkan
badan ke dinding berusaha menjaga payudara dan kemaluannya dari pandang
liar pak Dollah. Namun itu tak bisa menghentikan pak Dollah dan tanpa
ba-bi-bu dia langsung merenggut kutang sutra berenda yang masih
melindungi buah dada menantunya itu dari belakang. Robeklah kutang
tersebut seiring dengan lepasnya kaitan akibat renggutan ganas pak
Dollah dan “aaah..” mulut pak Dollah ternganga saat dia membalikkan
tubuh Norzalina dan bersitatap dengan sepasang bukit kenyal dan ranum
dengan dua puncak merah muda yang mendadak tersembul di depan dada
perempuan muda tersebut.
Dengan nafas tersengal-sengal karena nafsu yang memuncak pak Dollah
tak menunggu lama untuk beraksi. Dengan sigap dijejalkannya tengan
kirinya ke mulut menantunya yang masih tersedu tersebut untuk menahan
isakannya, sedangkan bibirnya yang tebal segera menuju ke arah dada
Norzalina. Pak Dollah walaupun sudah dicengkeram nafsu hingga ubun-ubun
berusaha keras untuk tidak terburu-buru dalam memanfaatkan peluang ini.
Bibirnya tidak langsung mengulum puting merah muda Norzalina namun
dengan acak mengecup sekeliling buah dada kanan sang menantu. Dia tidak
hanya mencium namun bibir kasarnya juga mencecap dan mencubit pinggiran
gundukan bukit itu dengan lahap. Secara bersamaan telapak tangan
kanannya terentang menangkupi buah dada kiri Norzalina. Jari-jarinya
menyentuh pangkal buah dada dan pelahan mulai menekan-nekan dengan
teratur. Puting kiri Norzalina yang berada di tengah telapak pak Dollah
tentu saja tergesek-gesek bersamaan dengan gerakan jarinya yang makin
lama makin kencang.
Norzalina meregang, dia dapat merasakan bibir dan jari jemari
mertuanya menjelajahi dadanya. Wajahnya memucat dan lehernya mendongak
tegang saat perasaan geli dan nikmat yang sebelum ini hanya didapat dari
Ali, suaminya, kini dirasakan dari gelutan pak Dollah. Rasanya ingin
memekik namun bibir mungilnya terhalang tangan pak Dollah. Norzalina
hanya mampu melenguh pendek di saat perasaannya mulai terbagi antara
rasa terhina dan kenikmatan, antara malu dan perasaan bersalah dengan
naluri wanitanya untuk menuntaskan birahinya yang mulai bangkit. Pak
Dollah peka akan hal ini, segera dieratkannya terkamannya. Bibirnya
masih terbenam di dada Norzalina namun kini lidahnya mulai bermain,
berputar menyapu buah dada itu dari pinggir menuju tengah serta menjilat
tegak puting Norzalina yang mulai teracung kencang dan kemudian
menghisap-hisapnya dengan dalam-dalam. “Oooh..auugh..aaach..” desah
tertahan menantunya makin sering terdengar saat tangan kanan pak Dollah
tidak lagi berbasa-basi dan kini mulai meremas-remas buah dada kiri
Norzalina serta jari jemari dan telapak tangannya bergantian memilin,
menarik, dan memijit puting yang satunya lagi. Tidak kurang dari lima
menit pak Dollah menikmati dada menantunya dengan posisi berdiri.
Berkali-kali lehar dan kepala Norzalina terhentak-hentak ke dinding
mengikuti hisapan dan remasan pak Dollah. Kemudian tanpa terduga
Norzalina yang mulai terbuai gairahnya, pak Dollah menggigit buah dada
Norzalina sekencang-kencangnya dan tangan kanannya meremas keras puting
kiri. “Aaaach..” jerit kesakitan bercampur kenikmatan dari bibir
Norzalina menyeruak kencang karena saat bersamaan pak Dollah melepaskan
tangan kirinya dari mulut sang menantu.
Tubuh Norzalina tersandar kaku di dinding, seluruh raganya mengejang
dan kepalanya terdorong ke depan dengan bibir yang membulat tanpa suara
ketika tangan kiri pak Dollah yang sudah bebas mulai menyelinap ke balik
celana dalamnya, menggeser cepat di pinggir bibir kemaluannya serta
kemudian menghujam langsung ke kelentitnya. Telunjuk itu kemudian
berputar-butar di dalam liang kemaluan Norzalina dan mengorek-ngorek
kelentitnya dengan pilinan-pilinan liar. Bibir Norzalina makin membuka
lebar saat tangan kanan Pak Dollah menarik turun celana dalam sutranya
hingga robek dan dilemparkan ke pojok kamar mandi. Pak Dollah kini sudah
dalam posisi berjongkok, sambil terus mengorek kelentit menantunya
matanya terbeliak lebar saat menatap kemaluan Norzalina yang terpampang
begitu dekat di depan matanya. “oh. Ali, engkau sungguh anak yang
beruntung ..” batinnya dalam hati saat dia menyaksikan guratan dan
lekak-lekuk vagina yang begitu menantang. Di tempelkannya hidungnya
disamping telunjuk kirinya yang masih giat bekerja dan kini mulai
mengocok kencang. “Oooh.. sedaap..” desis pak Dollah saat dia membaui
aroma wangi vagina yang mulai bercampur bau lelehan cairan kewanitaan di
liang kemaluan Norzalina yang juga mulai bengkak.
Mata Norzalina masih terpejam, keringat membasahi punggung serta
kepalanya sudah tersandar lagi ke dinding menahan rasa perih dan nikmat
yang datang bergantian. Namun itu tidak berlangsung lama, kepalanya
kembali terdorong ke depan dan mulutnya bibirnya kembali melenguh
kelezatan saat pak Dollah melanjutkan aksinya.
“”Aiiih..aah..aaah..aaahhh..” desis itu keluar saat pak Dollah
menggunakan lidahnya untuk menggantikan jari telunjuknya dalam memainkan
kelentit Norzalina. Lidah pak Dollah menyisir pinggir luar bibir
kemaluan Norzalina secara vertikal naik turun, naik turun, sebelum
menggelincir ke tepi bagian dalamnya dengan menyapu liang hangat itu
secara horizontal dan kemudian membenamkannya dalam-dalam secara
berulang-ulang, keluar-masuk, keluar-masuk. Pak Dollah seakan dimabuk
kenikmatan yang mendalam. Dicecapnya hangat lipatan-lipatan vagina
Norzalina dengan lahap. Sudah bertahun-tahun dia tidak merasakan sensasi
yang dahyat ini. Dimainkannya kelentit Norzalina dengan lidah dengan
sapuan-sapuan dan pilinan-pilinan kecil namun mantab.
Sembari mengulum dan menghisap, ke dua belah tangan pak Dollah mulai
bergantian meremas bongkahan pantat Norzalina. Tak henti-henti kesepuluh
jemari gempal pria uzur itu membenamkan cengekeramannya ke dalam dua
bongkahan daging yang bulat tanpa cacat milik sang menantu. Sesekali
telunjuk kanannya menusk kerang lubang anus Norzalina dan mengocoknya.
Tak terperikan gelombang kenikmatan yang menjalari segenap indra
Norzalina. Tanpa sadar tangannya yang selama ini tergantung lemah di
kedua sisi tubuhnya bergerak ke depan mencengkeram rambut tipis pak
Dollah dan mendorong kepala mertuanya tersebut agar makin terbenam ke
dalam kemaluannya. Tak lama kemudian terdengar lolongan panjang sang
menantu “Ooooouughhh…aaaayaaahhh…..” seiring dengan meledaknya seluruh
gairah yang selama ini tertahan. Runtuh sudah pertahanan terakhir
Norzalina, tubuhnya mengejan dan melengkung ke depan sementara seluruh
liang vaginanya telah banjir dengan cairan kenikmatan.
Pak Dollah menarik wajahnya dari kemaluan Norzalina, tangannya
dilepaskan dari kedua bongkah pantat sang menantu dan diapun beringsut
mundur. Dipandangnya tubuh lemas Norzalina pelahan-lahan merosot turun
di dinding kamar mandi sampai akhirnya kemudian terduduk. Mata Norzalina
terpejam, bibirnya membentuk bulatan “o’ kecil sementara tarikan garis
wajahnya menyiratkan kepuasan yang tak terkira sebelum kemudian wajah
rupawan itu terkulai ke arah bahu kiri. Tanpa menunggu waktu lama pak
Dollah bergerak maju lagi. Ditariknya kedua kaki Norzalina hingga
tubuhnya sepenuhnya telentang di lantai kamar mandi dan tidak lagi
bersandar di dinding. Dengan sigap dijilati bagian dalam paha kanan
Norzalina sementara tangan kirinya berkeliaran mengelus-elus paha dan
betis kanan Norzalina. Norzalina hanya memandang sayu, sementara
kepalanya, menggeleng-geleng pelahan ke kiri dan ke kanan mencoba
menahan rangsangan baru yang dilakukan pak Dollah.
Tiba-tiba Norzalina memekik kecil saat tanpa berkata apapun, pak Dollah menyibakkan lebar-lebar ke dua kaki Norzalina yang sebelumnya masih terentang berdekatan. Norzalina sadar akan apa yang akan dilakukan oleh mertuanya kemudian. Dengan lirih menahan segala gairahnya Norzalina masih berusaha berbisik mengingatkan pak Dollah “Jangan ayah..jang..auuuh”, bisiknya terpotong saat batang pak Dollah yang sudah hampir setengah jam tegak itu menerobos masuk ke dalam liang kemaluannya. Dua tangan perkasa pak Dollah mengunci bahunya sehingga dia tak mampu melawan saat tubuh tambun mertuanya mulai menindih raganya. Kedua kaki Norzalina yang terbuka memudahkan batang pak dollah memasuki lubang vaginanya. Sedikit demi sedikit batangnya disodok-sodokkan keluar masuk dalam liang yang telah basah berlendir tersebut, awalnya pelan kemudian makin lama makin laju. Kadang-kadang pak Dollah menahan batangnya di tengah liang kemudian memutar pinggulnya pelahan dan mantap bergantian ke arah kiri dan kanan, lalu kemudian tiba-tiba dibenamkannya lagi dalam-dalam hingga menembus pangkal vagina Norzalina. Lama kelamaan Norzalina tidak mampu lagi berbuat apa-apa selain mengikuti langgam sodokan dan tarikan ayah mertuanya. Terlebih lagi karena bibir dan lidah pak Dollah tak pernah henti menyapu perut, dada, leher, dan bibir Norzalina. Satu waktu saat menyodokkan batangnya dalam-dalam, bibir pak Dollah secara bersamaan melumat puting kiri dan kanan Norzalina secara bergantian. Norzalina hanya mampu memejamkan mata menahan kegairahan yang telah menguasai dirinya lalu setelah hampir lima belas menit lolong kecilnya kembali terdengar di sela-sela deru nafas pak Dollah “Eemmmm..urrrghh..aaahhhhhh, aaahhhh, aahhhh…” Untuk kedua kalinya perempuan cantik itu meledak dalam birahi. Dagunya kemudian mendongak dengan mata yang membola meskipun bibirnya telah terkatup rapat.
Tiba-tiba Norzalina memekik kecil saat tanpa berkata apapun, pak Dollah menyibakkan lebar-lebar ke dua kaki Norzalina yang sebelumnya masih terentang berdekatan. Norzalina sadar akan apa yang akan dilakukan oleh mertuanya kemudian. Dengan lirih menahan segala gairahnya Norzalina masih berusaha berbisik mengingatkan pak Dollah “Jangan ayah..jang..auuuh”, bisiknya terpotong saat batang pak Dollah yang sudah hampir setengah jam tegak itu menerobos masuk ke dalam liang kemaluannya. Dua tangan perkasa pak Dollah mengunci bahunya sehingga dia tak mampu melawan saat tubuh tambun mertuanya mulai menindih raganya. Kedua kaki Norzalina yang terbuka memudahkan batang pak dollah memasuki lubang vaginanya. Sedikit demi sedikit batangnya disodok-sodokkan keluar masuk dalam liang yang telah basah berlendir tersebut, awalnya pelan kemudian makin lama makin laju. Kadang-kadang pak Dollah menahan batangnya di tengah liang kemudian memutar pinggulnya pelahan dan mantap bergantian ke arah kiri dan kanan, lalu kemudian tiba-tiba dibenamkannya lagi dalam-dalam hingga menembus pangkal vagina Norzalina. Lama kelamaan Norzalina tidak mampu lagi berbuat apa-apa selain mengikuti langgam sodokan dan tarikan ayah mertuanya. Terlebih lagi karena bibir dan lidah pak Dollah tak pernah henti menyapu perut, dada, leher, dan bibir Norzalina. Satu waktu saat menyodokkan batangnya dalam-dalam, bibir pak Dollah secara bersamaan melumat puting kiri dan kanan Norzalina secara bergantian. Norzalina hanya mampu memejamkan mata menahan kegairahan yang telah menguasai dirinya lalu setelah hampir lima belas menit lolong kecilnya kembali terdengar di sela-sela deru nafas pak Dollah “Eemmmm..urrrghh..aaahhhhhh, aaahhhh, aahhhh…” Untuk kedua kalinya perempuan cantik itu meledak dalam birahi. Dagunya kemudian mendongak dengan mata yang membola meskipun bibirnya telah terkatup rapat.
Pak Dollah menyeringai lebar saat melihat menantu tersayangnya
tenggelam dalam kenikmatan. Ditunggunya sampai kepala Norzalina terkulai
lagi ke lantai dan matanya terpejam. “hmm.. ayo sayang, permainan kita
belum selesai..” geram pak Dollah saat dia dengan kasar membalikkan
tubuh Norzalina. Pak Dollah yang nafsunya masih tidak puas, memaksa
Norzalina yang sudah tidak berdaya itu untuk menungging dengan siku
menempel lantai. Segera disibakkannya dua bongkah pantat untuk membuka
jalan bagi batangnya yang masih tegak mengacung ke arah liang kemaluan
Norzalina. Setelah menggigit dua bongkahan daging itu dengan bernafsu,
tangan pak Dollah memegang sisi punggung menantunya lalu menekan
batangnya kedalam lubang vagina Norzalina. Punggung Norzalina yang besar
dan putih membuatkan pak Dollah semakin bernafsu. “Aaah..sakkkiiitttt
..ayahhh..”, jerit Norzalina saat liang vaginanya kembali ditusuk-tusuk
oleh batang pak dollah dengan beringas. Sodokan-sodokan pak Dollah
dengan gaya doggy style ini sedemikian laju sehingga kembali membuat
Norzalina merem melek dan mendesisi-desis, namun ketika merasakan bahwa
tubuh pak dollah mulai mengejan seakan menuju klimaks, Norzalina pun
panik dan berusaha menahan goyangan sang mertua menjerit “..jangaannn,
jangn lepaskan didalamm..yahh’, pintanya dengan lirih. Pak Dollah sesaat
berhenti dan kemudian berkata “Baiklah Lina tapi dengan satu syarat”,
kata pak Dollah. “Lina harus hisap batang ni sampai keluar air kalau
tidak ayah lepaskan mani ayah ke dalam rahimmu, bagaimana?”. “Baiklahhh”
jawab Norzalina dengan pasrah.
Pak Dollah segera merambat naik menuju ke arah kepala Norzalina yang
sudah kembali telentang di lantai. Dia meletakkan kedua lututnya di
samping Norzalina dan kemudian menarik wajah ayu yang tengah lunglai itu
untuk menghadap batangnya yang masih tegak. “Ayo Lina, kulum batang
ayah”. Walaupun jijik, Norzalina terpaksa mengulum batang pak Dollah.
Batang yang hitam dan berotot itu segera saja emmenuhi rongga mulut
Norzalina. Kuluman demi kuluman segera dilakukan Norzalina dengan sis
tenaga yang ada. Seesekali pak Dollah memintanya bergantian untuk
menjilat, mengulum dan mengocok. Sudah lebih lima menit Norzalina
melakukan itu semua namun pak Dollah belum menunjukkan tanda-tanda ingin
berejakulasi. Malahan pak Dollah terus meramas buah dada menantunya
itu. Akhirnya Norzalina kepenatan. ‘Ayah..jangan dilepaskan di
dalam..ayah..’, rayu Norzalina setengah sadar saat tenaganya telah
musnah dan kesadaran mulai meninggalkan dirinya. Norzalina pun pingsan
karena keletihan. Melihat hal ini pak Dollah kembali menyeringai lebar.
Direngkuhnya tubuh menantunya yang sudah terkulai lemas tersebut lalu
direntangkannya kembali kedua kaki Norzalina. Tanpa disadari Norzalina,
pak Dollah kembali membenamkan batangnya ke dalam liang kemaluan
menantunya serta melakukan sodokan-sodoakan yang lebih liar dan kencang
daripada sebelumnya. Sesaat kemudian pak Dollah pun mengejan wajahnya
tegang mendongak ke atas dengan batang yang tertanam penuh dalam liang
vagina Norzalina, lalu “ Aaaaargh… Linaaaaa….aarrghhh..” cairan sperma
menyembur dari batang pak Dollah memenuhi setiap lekuk dan liku vagina
Norzalina dan mengalir deras menuju rahimnya. Pak Dollahpun terkulai
lemas di atas tubuh sang menantu.
Setelah beristirahat selama satu jam, pak Dollah pun bangkit.
Norzalina masih terkulai lemah di lantai kamar mandi. Pak Dollah
tersenyum puas mengingat kembali pengalaman indah yang dirasakannya
bersama Norzalina. Dengan hati-hati pak Dollah membopong tubuh Norzalina
kembali ke kamar setelah mengenakan pakaiannya. Dia pun menunggu
Norzalina tersadar dan mengancam menantunya tersebut untuk tidak
menceritakan apa yang terjadi kepada Ali. Akhirnya, setelah Dzuhur, pak
Dollah meninggalkan rumah dan terus pulang ke kampung. Norzalina yang
malu telah merahasiakan kejadian itu dari pengetahuan suaminya selama
berbulan-bulan dan berharap mertua jahanam tersebut tidak pernah akan
muncul berkunjung lagi.
Dua bulan berlalu sejak peristiwa di bilik mandi tersebut dan
Norzalinapun mendapati dirinya hamil. Suaminya, Ali, gembira tiada
kepalang mendapat berita itu tanpa mengetahui perkara sebenarnya.
Sebaliknya Norzalina sangatlah gelisah. Walaupun pak Dollah telah
berjanji untuk tidak menumpahkan spermanya ke dalam liang kemaluannya,
namun karena tidak sadarkan diri Norzalina tidak pernah tahu pasti akan
hal itu (baca bagian 1) . Hanya saja, Norzalina memilih untuk memendam
ketakutannya itu sambil berharap agar mertua jahanamnya tersebut tidak
berbuat curang dan tak lagi datang untuk mengganggu kehidupannya
kembali.
Norzalina pun melahirkan seorang bayi laki-laki yang sehat. Selepas 7
bulan melahirkan Hafiz, anak laki-lakinya tersebut, dia hidup dalam
kebahagiaan bersama dengan suaminya. Pak Dollah yang menghilang tiada
kabar berita membuat hidupnya perlahan-lahan kembali mulai tenang. Hanya
saja, kebahagiaan itu tidak berusia panjang. Suatu petang, sepulang Ali
dari mengajar di sekolah, dia berkabar bahwa pak Dollah akan berkunjung
lusa untuk menengok cucu pertamanya. Dingin terasa sekujur tubuh
Norzalina saat mendengar berita dari suaminya tercinta. Kedamaian yang
dia pikir telah didapatkan tiba-tiba saja kembali terancam bahaya. “Ada
apa, Lina? Kamu tampak terkejut mendengar bapak hendak berkunjung?”,
tanya Ali padanya, “Kau tak suka kah dia menengok Hafiz?” tanyanya lebih
lanjut. “Ti..tidak, bang. Li…Lina hanya kaget karena sudah setahun
lebih beliau tiada berkabar berita..”, Norzalina berusaha menutupi
kegugupannya. “Oh, bapak memang selalu begitu. Setahun ini dia berniaga
ke Trengganu dan baru tahu kelahiran Hafiz dari bibi saat pulang kampung
kemarin..” tutur Ali tanpa menangkap gebalau perasaan Norzalina.
“Begitukah, bang? Tapi kalau memang lusa beliau datang, Lina harap abang
bisa menunda kepergian abang ke Kedah hingga beliau pulang”, bujuk
Norzalina, “Lina takut tidak bisa menjamu beliau dengan baik kerana
sibuk menjaga Hafiz”, pinta Norzalina dengan cemas. “Baiklah, Lina,
karena bapak cuma tiga hari di sini, abang akan tunda perjalanan ke
Kedah sampai beliau kembali ke kampung”, kata Ali. “Terima kasih, bang”,
Norzalina menghela nafas lega karena tidak akan sendirian menghadapi
pak Dollah.
Pak Dollah datang lusa petang dengan dijemput Ali di stesen bas.
Tidak banyak yang berobah dari mertuanya itu dari saat terkahir mereka
berpisah. Perutnya makin tambun dan kulitnya makin legam, namun yang
membuat Norzalina gemetar adalah tatapan mata pak Dollah yang makin liar
setiap kali memandang ke arahnya. Mata yang tajam itu seakan mampu
menengok menembus kerudung dan baju kurung rapat yang selalu dipakai
Norzalina. Tatapan mertuanya itu membuatnya mual dan berkunang -kunang
setiap kali mereka bertemu pandang karena mengingatkan Norzalina kembali
atas apa yang telah dilakukan pak Dollah terhadapnya. Seakan masih
terasa benar kecupan-kecupan panas dan remasan kasar pak Dollah di
sekujur tubuhnya. Sebaliknya, pak Dollah bersikap seakan tiada pernah
terjadi apapun di antara mereka.
Dua hari sejak kedatangannya semua masih aman bagi Norzalina. Pak
Dollah lebih banyak berbincang dengan Ali, sedangkan Norzalina lebih
sering menghindar dan meminta mak Siti, janda tetangga sebelah, untuk
menemani menjaga Hafiz setiap saat Ali harus pergi mengajar.Namun, naas
menimpa pada malam terakhir. Seusai santap malam, Norzalina sibuk
mencuci piring di dapur sementara Ali dan pak Dollah sedang berbincang
di teras depan. Norzalina bersenandung kecil, hatinya dipenuhi kelegaan
karena esok semua sumber ketakutan dan mimpi buruknya dalam dua hari
terakhir akan berlalu. Pikirannya yang menerawang sambil sibuk membasuh
piring sisa santap malam membuatnya tidak bersiaga dan tak sedar saat
seseorang berjingkat memasuki dapur.
“Oough..”, Norzalina terpekik saat sebuah lengan yang kekar melingkar
di pinggangnya yang ramping dan di saat bersamaan sebuah kecupan yang
ganas mendarat di tengkuknya, menembus kerudung yang dikenakannya. “
Lina..kamu semakin cantik ya..”, suara serak yang berbisik lirih
ditelinga Norzalina kemudian serasa melumpuhkan seluruh indera wanita
muda tersebut. Benaknya tercekam dengan kengerian oleh ingatan peristiwa
memalukan yang dialaminya setahun lalu dan gelas yang tengah dicucinya
pun terlepas dari gengamannya. “kenapa, sayang? Kamu tak rindukah dengan
ayah..? Ayah kangen sekali Lina..”. Pak Dollah yang kini telah memeluk
Lina dari belakang tidak menyia-nyiakan kelengahan dan keterkejutan
Norzalina. Sambil terus berbisik dan menciumi tengkuk dan bahu
menantunya yang masih tertutup jilbab lebar, tangan kiri pak Dollah yang
semula melingkar di pinggang Norzalina perlahan merayap turun mengarah
ke pangkal paha terus ke bagian depan kemaluan Norzalina. Sementara itu
di saat yang bersamaan jari-jemari tangan kanannya menyusup di balik
baju kurung longgar yang dikenakan Norzalina dan dengan cepat menyusur
dari perut ke arah dadanya. “Aaaugh..aayah..ach..bang
aalii..auugh..toolong..” Norzalina menjerit tertahan menahan kecupan
yang bertubi-tubi diterimanya. Tubuhnya yang semampai terbungkuk ke
depan saat jemari kasar pak Dollah yang terentang lebar telah
menggenggam organ kewanitaannya dan mulai meremasnya dengan ganas. Kedua
tangan Norzalina mencengkeram erat tepi tempat mencuci piring sedangkan
paha kanannya yang secara refleks bergerak ke depan mencoba menahan
serbuan pak Dollah walaupun tanpa disadarinya justru menjepit
cengkeraman pak Dollah di vaginanya lebih erat.
Pak Dollah terkekeh melihat reaksi gugup menantunya tersebut. Jepitan paha Norzalina tidak mampu menghalangi kelincahan jari jemarinya untuk tidak hanya meremas namun juga sesekali menusuk celah kemaluan Norzalina. “Aaauch…”, belum lagi Norzalina mampu meredam permainan jari lelaki tua tersebut, matanya yang semula terpejam menjadi terbeliak dan tubuhnya yang merunduk tersentak ke belakang saat jemari pak Dolah yang lain berhasil masuk di balik kutang sutranya serta mulai meremas payudara dan memilin puting susu kanannya serta menjepit dan menarik-nariknya. “Tenang, Lina. Ali sedang bertandang ke rumah Hassan. Ayah pastikan kita punya waktu yang cukup untuk saling melepas rindu.he.he..he.”, pak Dolah melanjutkan bisikannya sambil kesepuluh jemarinya bekerja meremas, menusuk, mengobel, memilin dan mencubit dengan buas. Norzalina seakan lumpuh mendengar perkataan mertuanya. Tubuhnya bergantian terhentak ke belakang serta terbungkuk ke depan saat remasan-remasan yang dilakukan pak Dollah bertubi-tubi mengaduk vagina dan payudaranya.
Pak Dollah terkekeh melihat reaksi gugup menantunya tersebut. Jepitan paha Norzalina tidak mampu menghalangi kelincahan jari jemarinya untuk tidak hanya meremas namun juga sesekali menusuk celah kemaluan Norzalina. “Aaauch…”, belum lagi Norzalina mampu meredam permainan jari lelaki tua tersebut, matanya yang semula terpejam menjadi terbeliak dan tubuhnya yang merunduk tersentak ke belakang saat jemari pak Dolah yang lain berhasil masuk di balik kutang sutranya serta mulai meremas payudara dan memilin puting susu kanannya serta menjepit dan menarik-nariknya. “Tenang, Lina. Ali sedang bertandang ke rumah Hassan. Ayah pastikan kita punya waktu yang cukup untuk saling melepas rindu.he.he..he.”, pak Dolah melanjutkan bisikannya sambil kesepuluh jemarinya bekerja meremas, menusuk, mengobel, memilin dan mencubit dengan buas. Norzalina seakan lumpuh mendengar perkataan mertuanya. Tubuhnya bergantian terhentak ke belakang serta terbungkuk ke depan saat remasan-remasan yang dilakukan pak Dollah bertubi-tubi mengaduk vagina dan payudaranya.
“Serangan” yang dilakukan pak Dollah baru berlangsung tak lebih dari
sepuluh menit namun waktu seakan berhenti bagi Norzalina. Kain kurungnya
telah tersingkap sampai ke pinggang sehingga tangan kanan pak Dollah
dengan leluasa sudah mencengkeram bulat-bulat kewanitaan Norzalina dari
balik celana dalam satinnya. Jari tengahnya sudah bermain dengan
kelentit menantunya dan tak jemu mengocok liang kewanitaan Norzalina
yang mulai basah dengan cairan kewanitaan yang membanjir. Sementara itu
lidah dan bibir pak Dollah tanpa henti mencecap dan menjilat leher
jenjang Norzalina yang telah terbuka karena kerudung putihnya telah
disingkapkan ke atas dan menutupi wajahnya yang tertunduk lemah.
Tiadanya perlawanan yang berarti dari Norzalina tersebut tentu saja juga
memudahkan kerja pak Dollah di payudara wanita itu. Bergantian sepasang
bukit yang ranum itu dijelajahinya bolak-balik dengan mudah. Telapak
tangannya memutar dan meremas, mencengkeram keras dan menekan-nekan
tiada hentinya gundukan daging yang lembut dan kenyal tersebut.
Pandangan Norzalina makin lama makin gelap, remasan dan permainan
jari yang dashyat dari sang mertua membuat kesadarannya main melayang.
Nafasnya makin lama makin tersengal. . Sebaliknya, pak Dollah makin
bersemangat. Tangannya yang semula sibuk mengocok liang kewanitaan
Norzalina secara kasar menyentakkan celanan dalam sang menantu dan
menariknya ke arah bawah. Tanpa bisa dicegah kain segitiga satin yang
mungil itu terus melorot hingga ke bawah lutut. Pak Dollah terpana
melihat bongkahan pantat mulus yang kini tersaji dihadapannya. Tanpa
sedar dia berdecak “ck.ck.ck.., betapa indahnya engkau Lina..’. Kedua
tangan bandot tua itu segera saja meremas dengan gemas daging yang
lembut itu. Norzalina hanya mampu menggeliat kecil ketika sebuah
rangsangan yang hebat merambat dari remasan pak Dollah dan menggetarkan
seluruh inderanya. Tanpa menunggu reaksi sang menantu lebih lanjut, pak
Dollah berlutut di belakang Lina sehingga wajahnya sejajar dengan celah
pantat Norzalina. Kedua tangannya kemudian mencengkeram paha Norzalina
dan kemudian menyibakkannya lebih lebar. Sekejap kemudian pak Dollah
menundukkan kepalanya dan mulai memainkan bibir dan lidahnya di kemaluan
wanita malang itu.
Pertama-tama ditekankannya wajahnya ke seluruh permukaan vagina
Norzalina yang sudah basah kuyup akibat ketrampilan jari-jemari pak
Dollah. Dihirupnya dalam-dalam bau harum vagina sang menantu yang telah
bercampur dengan bau merangsang cairan kewanitaannya. “Sruup, sruuuup…”,
bibirnya mendecap limpahan cairan tersebut dan memagut erat celah
kewanitaan Norzalina yang telah menguak lebar. Seluruh tubuh Norzalina
bergetar lemah, bibirnya tak mampu memekik dan hanya berbisik lirih saat
lidah kasar sang mertua mulai menyusuri tiap jengkal vaginanya. Lidah
itu bergerak liar tidak hanya menyusur ke dalam liang kenikmatannya
namun juga menyapu tandas setiap celah lipatan yang ditemuinya.
Decapan-decapan bibir yang ditingkahi gigitan-gigitan kecil yang terus
berulang membuat Norzalina luluh. Tubuhnya kini sepenuhnya tiarap
bertumpu sepenuhnya pada bak cucian tanpa daya. Kepalanya hanya
menggeleng ke kiri dan ke kanan saat gigi-gigi pak Dollah menggigit
ganas bongkahan kewanitaannya.
Namun agaknya pak Dollah belum merasa puas. Setelah direguknya
kelezatan vagina Norzalina, diapun bangkit kembali. “Tahan sayang.. ayah
masih mau ragakan satu permainan lagi…he..he.he..”, sambil terkekeh
kecil pak Dollah menekan tubuh menantunya ke depan hingga makin
mencondong ke bak cucian sementara tangan kirinya menjemba pinggang
Norzalina dan menunggingkannya sedikit ke atas. Diturunkannya resleting
celananya yang sudah sesak dengan batang penisnya yang telah menggembung
dari tadi. Segera teracunglah batang yang liat dan hitam itu di depan
bongkahan pantat Norzalina. Tanpa aba-aba batang itu menusuk deras ke
dalam celah pantat Norzalina. “Aaaarghhh…” selunglai apapun Norzalina,
tubuhnya mengejang hebat saat penis perkasa sang mertua dengan laju
menyumpal kewanitaannya. Tubuhnya yang semula seakan teronggok lemah di
meja bak cucian tiba-tiba terangkat, wajahnya memerah dengan bibir yang
membulat sebelum kemudian kembali luluh. Kegelapan mulai merayapi
pandangan Norzalina saat pantatnya berguncang-guncang mengikuti irama
sodokan penis pak Dollah. Tusukan-tusukan pak Dollah yang makin lama
makin kencang dan dalam itu seakan menghentak-hentak kesadaran wanita
malang tersebut. Dia hanya mampu bergumam lirih setiap sodokan-sodokan
panjang yang dilakukan pak Dollah bergantian dengan tusukan-tusukan
pendek dan cepat menghujam dalam-dalam ke vagina Norzalina. Dalam
keadaan yang sangat menderita tersebut Norzalina hanya dapat berharap
agar mertuanya tersebut tidak sampai berejakulasi dan menumpahkan
spermanya ke dalam peranakannya.
Untunglah, sebelum Norzalina kehilangan kesadaran secara penuh dan
pak Dollah mencapai puncak, tiba-tiba terdengar bunyi pintu pagar
berderit dan salam diucapkan. “Bedebah.”, pak Dollah menggeram pelan dan
menyumpah-nyumpah karena menyadari Ali telah pulang. Ditusukkannya
penisnya ke liang kemaluan Norzalina untuk terakhir kalinya sambil
berbisik “ sudah dulu ya sayang..”. Bibir Norzalina mendesis lemah saat
menerima tusukan yang dilakukan pak Dollah dalam-dalam tersebut. Pak
Dollah bergegas melepaskan pelukannya dan menarik celana dalam satin
Norzalina kembali ke atas. Dengan sigap dia menegakkan tubuh Norzalina
serta menurunkan kembali baju kurung dan kerudung menantunya sehingga
seluruh tubuh wanita itu kembali tertutup rapat. Sebelum meninggalkan
dapur dia berbisik lirih ke telinga Norzalina “ Jangan kau bilang ini
kepada Ali, sayang jika kau masih sayang anakmu ..” Kemudian dengan
sigap dia bergerak keluar dapur menuju ruang tamu untuk menyambut Ali di
beranda untuk memberikan waktu pada Norzalina membenahi diri dan
memulihkan kesadarannya. Norzalina masih bertumpu lemah di bak cuci,
pandangannya nanar dan pikirannya masih beku. Benaknya dicekam kengerian
mendengar ancaman mertuanya tersebut. Dia sadar bahwa bajingan tua itu
tidak sekadar menggertak. Namun, dia bersyukur bahwa Ali datang sehingga
dia bisa terhindar dari aib yang lebih besar. Dia berharap malam segera
berlalu dan esok mertua durjananya segera pulang ke kampung sehingga
mimpi buruknya akan berakhir.





